Modal Kepercayaan
Penulis: Ustadz Muhammad Yassir, Lc (Dosen STDI Jember)
Dalam sebuah artikel yang pernah dimuat di website Pengusahamuslim.com, membahas suatu solusi bagi pengusaha pemula yang ingin berusaha tapi tidak punya modal. Penulis memberikan beberapa alternatif seperti: Mudharabah, salam, membeli barang tapi berhutang, dan sarikat dagang. Selain itu juga dibawakan permisalan “modal dengkulnya” Purdi Chanda dalam memulai karirnya di bidang bimbingan belajar.
Saya ingin bertanya, “Benarkah Purdi Chandra memulai bisnisnya dengan modal dengkul?”
Apa jawaban anda?
Saya akan tegas menjawab “tidak”. Kenapa?
Baiklah, saya akan memberi sedikit ilustrasi.
Coba bayangkan kalau Purdi chandra membimbing anak SMA dengan modal dengkul. Bayangkan kalau ia keliling ke rumah-rumah untuk menawarkan menjadi guru private anak mereka, dengan berkata, “saya akan mengajar anak anda dengan modal dengkul”.
Kira-kira, apakah ada orang tua yang tega anaknya dibimbing oleh orang yang bermodal seperti ini? Sudah tentu “tidak”. Orang tua akan bertanya latar belakang pendidikannya ataupun status pendidikan dirinya saat ini.
Sebenarnya, untuk kasus pak Purdai Chandra, Sudah jelas beliau memiliki modal besar untuk membimbing belajar, yaitu ijazah sekolah yang ia miliki, status dirinya sebagai “pernah mahasiswa”. dengan “modal” itu ia bisa menarik perhatian orang agar yakin dan percaya bahwa anaknya dibimbing oleh orang yang tepat. Terbukti, murid pertamanya hanya 2 orang anak bimbingan itupun tetangga dia,yang tentunya sudah mengenal dia sebelumnya.
Yang dapat saya simpulkan dari solusi bagi “pengusaha tanpa modal” yang disebutkan di atas (yaitu: Mudharabah, salam, membeli barang dengan cara berhutang, dan sarikat dagang), berhulu pada satu modal utama yaitu “kepercayaan”
Mari kita buktikan:
Bedakan antara berbicara teori dengan praktek. Kalau kita sedang membahas teori hukum mudharabah, sarikat dagang, aqad salam, memang mudah. Silahkan buka kitab fiqh manapun, maka akan kita temukan rincian hukumnya dan segala konsekuensi muamalah tersebut.
Akan tetapi, yang sedang kita bicarakan di sini adalah solusi bagaimana agar orang yang tidak punya finansial bisa memulai usaha dengan mempraktekkan mudharabah, sarikat dagang, atau aqad salam. Biasanya orang yang tidak punya modal finansial adalah “pendatang baru” di dunia bisnis.
Kalau kita berbicara praktek, berarti kita berbicara sesuai dengan dunia nyata, keadaan riil di lapangan. Maka, coba perhatikan lapangan dunia bisnis!
Pertama: tempatkan diri anda sebagai pengusaha pemula. Lalu bertanyalah:
Saya ingin praktek mudharabah, siapakah orang kaya yang rela menyerahkan sejumlah uangnya untuk dikelola oleh saya?
Saya ingin praktek aqad salam, siapakah yang bersedia membayar tunai sejumlah uang kepada saya sedangkan barang dagangan belum saya miliki, hanya janji yang bisa saya berikan bahwa barang tersebut akan dikirim tahun depan.
Kedua: tempatkan diri anda sebagai seorang milyuner. Lalu bertanyalah:
Maukah saya menyerahkan sejumlah uang saya untuk dikelola orang lain? Siapakah orang itu? Apa trade record dia dalam dunia usaha? Bisakah ia dipercaya?
Saya butuh rempah rempah sebanyak 200 ton tahun depan untuk produksi jamu di pabrik saya. maukah saya membeli dengan aqad salam dari dia, dengan menyerahkan uang tunai sejumlah 800 juta? Bisakah dia dipercaya akan mengirimkan barangnya tahun depan?
Mungkin itulah pertanyaan yang akan terbersit dari kedua belah pihak.
Ternyata, intinyanya dalam permodalan hubungan kepercayaan lah yang lebih kuat menentukan.
Jadi, bagaimanakah membangkitkan kepercayaan orang pada kita?
Kita bertanya demikian adalah bertujuan mendapatkan kepercayaan untuk mengelola dana dari orang lain.
Namun, sebelum kita mendapatkan kepercayaan itu, marilah kita perhatikan bagaimana cara Islam menentukan standar penetapan kepercayaan.
Allah berfirman:
وَابْتَلُوا الْيَتَامَى حَتَّى إِذَا بَلَغُوا النِّكَاحَ فَإِنْ آنَسْتُمْ مِنْهُمْ رُشْدًا فَادْفَعُوا إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ
Artinya: Ujilah anak yatim itu sampai mereka baligh dan cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara dan mengelola harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. (QS. An Nisa: 6)
Maksud ayat di atas adalah, seorang anak yatim yang ditinggal mati orang tuanya pasti mendapatkan harta warisan dari mereka. Anak yatim itu beserta hartanya diperintahkan Allah Ta’ala untuk dijaga oleh kerabatnya atau orang lain. Harta anak yatim tersebut digunakan seefesien mungkin untuk memenuhi kebutuhannya. Harta itu baru boleh diserahkan sepenuhnya pada anak yatim itu bila terpenuhi dua syarat:
Pertama: ia sudah baligh
Kedua: ia sudah mampu menjaga dan mengelola harta tersebut.
Allah menyuruh praktek demikian, padahal konteks ayat tersebut adalah menyerahkan harta anak yatim pada pemiliknya sendiri. belum boleh diserahkan bila belum muncul kepercayaan bahwa ia mampu mengelola harta tersebut.
Nah, mari kita membuat analogi prioritas, maksudnya: Bila untuk pengelolaan harta sendiri saja butuh kepercayaan, apalagi untuk mengelola harta orang lain, maka pastinya kepercayaan itu harus mencapai level yang tinggi.
Intinya, bangkitkanlah kepercayaan orang lain pada diri anda. Tidak mudah orang akan menyerahkan sejumlah uang untuk dikelola orang lain bila orang tersebut belum bisa memberiakan kepercayaan yang bisa membuktikan kemampuannya dalam mengelola uang tersebut.
Ujian adalah salah satu cara mengeluarkan “ijazah kepercayaan”
Dalam tafsir ayat di atas, para ulama mencontohkan bagaimana bentuk ujian untuk anak yatim tersebut. di antaranya, mereka diserahkan sedikit harta kemudian disuruh untuk berdagang di pasar, atau diinvestasikan/dikelola di bidang lain untuk mengembangkan harta tersebut. Bila terbukti ia mampu, barulah selurah hartanya diserahkan.
Kesimpulannya: Bagi pengusaha baru yang tidak punya modal riil (finansial), perlihatkan dengan usaha anda bahwa anda punya trade record yang dapat dibuktikan kepercayaannya.
Jadi, tidak ada usaha yang dimulai tanpa modal sepeser pun. Karena usaha mewujudkan kepercayaan orang lain juga butuh modal riil walaupun sedikit jumlahnya.
- SPONSOR hubungi: 081 326 333 328
- DONASI hubungi: 087 882 888 727
- Donasi dapat disalurkan ke rekening: 4564807232 (BCA) / 7051601496 (Syariah Mandiri) / 1370006372474 (Mandiri). a.n. Hendri Syahrial